Satu persatu anggota kelompok pengamatan tumbuhan tampil dihadapan para peserta yang lain dengan membawa selembar kertas berisi nama-nama tumbuhan mangrove diiringi monolog seorang penampil lainnya yang menerangkan tentang mangrove dan kondisinya saat ini di Jakarta. itu adalah penampilan salah satu kelompok siswa SMA yang berasal dari 30 sekolah setingkat SMA di wilayah Jakarta yang tergabung dalam komunitas Teen Go Green yang diinisiasi oleh Yayasan Kehati & Ancol.
Selama satu hari penuh difasilitasi oleh relawan Jakarta Green Monster, dimulai pukul setengah sepuluh sekitar 70 pelajar berkumpul di Suaka Margasatwa Muara Angke. Diawali dengan penjelasan mengenai kawasan oleh pak Taton, seorang staff BKSDA, selanjutnya mereka mengelompokkan diri dalam 3 kelompok besar, berdasarkan aktivitas yang akan diikuti, yaitu pengamatan Tumbuhan, satwa dan polusi. Kelompok pengamatan tumbuhan & sebagian kelompok pengamat satwa melakukan aktivitas di Hutan Lindung Angke kapuk, sementara kelompok pengamatan polusi dan sebagain pengamatan satwa melakukan kegiatan di Suaka Margasatwa Muara Angke.
Setelah kurang lebih 2 jam melakukan aktivitas di kelompok masing-masing. Kelompok tumbuhan membuat herbarium, kelompok satwa melakukan identifikasi burung dan hewan lain yang dijumpai, dan kelompok polusi mengukur kadar BOD dan pH air sungai, semua kelompok kembali ke Suaka Margasatwa Muara Angke untuk beristirahat dan makan siang.
Kegiatan dilanjutkan dengan pembuatan presentasi dari setiap kelompok pengamatan, dan hasilnya salah satunya adalah apa yang telah ditampilkan oleh kelompok tumbuhan dalam bentuk treatikal. Dengan menggunakan media yang telah disediakan, seperti kertas berwarna, spidol warna, lem, kertas plano, setiap kelompok membuat presentasi semenarik mungkin.
Monday, November 24, 2008
Saturday, August 16, 2008
refleksi 17-an
Wuih....sudah lama juga enggak ngisi blog ini, jadi berdebu dan sedikit kusam. Pukul 1.02 tanggal 17 Agustus 2008, saat penting bagi bangsa Indonesia karena ini merupakan kali ke 63 dirayakan kemerdekaan Indonesia.
63 bukanlah waktu yang singkat, Rasulullah wafat pada usia 63 tahun dengan meninggalkan segudang keberhasilan dan kemegahan yang tidak hanya dirasakan pada masanya namun juga menjadi panutan bagi sebagian umat manusia di muka bumi. untuk sebuah pernikahan, angka 63 merupakan angka dimana sepasang suami istri sudah melewati masa pernikahan emas.
63 saat ini disandang Indonesia, dengan beranekaragam kisah di dalamnya. Mulai dari pemiskinan masyarakat dengan BLT hingga ketidakmampuan pemerintah berdiri sendiri dalam mengelola sumberdaya minyak, mulai dari kisah Ryan sang jagal hingga bekas pejabat dan pejabat yang diperiksa KPK.
Di angka 63 waktunya kembali merefleksi lagi kemana arah bangsa ini hendak dibawa..............
63 bukanlah waktu yang singkat, Rasulullah wafat pada usia 63 tahun dengan meninggalkan segudang keberhasilan dan kemegahan yang tidak hanya dirasakan pada masanya namun juga menjadi panutan bagi sebagian umat manusia di muka bumi. untuk sebuah pernikahan, angka 63 merupakan angka dimana sepasang suami istri sudah melewati masa pernikahan emas.
63 saat ini disandang Indonesia, dengan beranekaragam kisah di dalamnya. Mulai dari pemiskinan masyarakat dengan BLT hingga ketidakmampuan pemerintah berdiri sendiri dalam mengelola sumberdaya minyak, mulai dari kisah Ryan sang jagal hingga bekas pejabat dan pejabat yang diperiksa KPK.
Di angka 63 waktunya kembali merefleksi lagi kemana arah bangsa ini hendak dibawa..............
Tuesday, July 08, 2008
BENTENG STELSEL DI HUTAN MANGROVE
Salah satu kunci kekalahan Tuanku Imam Bonjol yang terkenal dengan perang Padrinya adalah strategi yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan meletakkan pos-pos penjagaan di setiap daerah yang telah dikuasainya sehingga membatasi pergerakan para pejuang dan memecah konsentrasi jumlah pejuang. Strategi ini dikenal dengan istilah benteng stelsel.
Pada masa pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Tentara Republik Indonesia menerapkan operasi pagar betis dengan membuat pos-pos penjagaan di jarak tertentu di kaki gunung untuk memutus pergerakan dan distribusi logistik pihak pemberontak.
Teknik yang tidak terlalu berbeda rupanya saat ini dilakukan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk, entah itu namanya benteng stelsel atau pagar betis. Bukan karena disana ada pemberontak atau untuk menumpas perlawanan bersenjata hal itu dilakukan, dan wujudnya pun tidak dalam bentuk bangunan benteng yang disertai senjata api.
Taman wisata Alam Angke Kapuk merupakan sebuah kawasan hutan yang terletak di pantai utara Jawa yang secara administrative berada di Jakarta Utara. Kawasan ini dibawah pengelolaan Balai konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta yang pengelolaannya dikonsesikan kepada pihak ketiga dalam hal ini adalah pihak PT Murindra. Selama ini permasalahan yang timbul dari sudut pandang pengelola adalah keberadaan tambak-tambak didalam kawasan. Usaha-usaha mengeluarkan petambak dari dalam kawasan telah banyka dilakukan, mulai dari usulan pemberian uang kerohiman atau ganti rugi hingga kegiatan operasi keamanan.
Belajar dari hal tersebut, akhirnya pengelola Taman Wisata Alam melakukan perubahan strategi dengan tindakan-tindakan yang lebih ekologis yaitu dengan melakukan penanaman jenis bakau, salah satu jenis tanaman mangrove. Di lokasi-lokasi tertentu dimana telah dilakukan penanaman dibuat pos-pos penjagaan yang dijaga oleh petugas keamanan. Disatu sisi kegiatan penanaman memberikan nilai positif bagi lingkungan dengan menghidupkan pabrik-pabrik penghasil oksigen, namun dari sisi sosial memberikan kerugian dengan menjadikan penanaman sebagai alat untuk mengusir masyarakat yang bermatapencaharian di tempat tersebut. Pastilah ada jalan kompromi yang saling menguntungkan...........
Pada masa pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Tentara Republik Indonesia menerapkan operasi pagar betis dengan membuat pos-pos penjagaan di jarak tertentu di kaki gunung untuk memutus pergerakan dan distribusi logistik pihak pemberontak.
Teknik yang tidak terlalu berbeda rupanya saat ini dilakukan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk, entah itu namanya benteng stelsel atau pagar betis. Bukan karena disana ada pemberontak atau untuk menumpas perlawanan bersenjata hal itu dilakukan, dan wujudnya pun tidak dalam bentuk bangunan benteng yang disertai senjata api.
Taman wisata Alam Angke Kapuk merupakan sebuah kawasan hutan yang terletak di pantai utara Jawa yang secara administrative berada di Jakarta Utara. Kawasan ini dibawah pengelolaan Balai konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta yang pengelolaannya dikonsesikan kepada pihak ketiga dalam hal ini adalah pihak PT Murindra. Selama ini permasalahan yang timbul dari sudut pandang pengelola adalah keberadaan tambak-tambak didalam kawasan. Usaha-usaha mengeluarkan petambak dari dalam kawasan telah banyka dilakukan, mulai dari usulan pemberian uang kerohiman atau ganti rugi hingga kegiatan operasi keamanan.
Belajar dari hal tersebut, akhirnya pengelola Taman Wisata Alam melakukan perubahan strategi dengan tindakan-tindakan yang lebih ekologis yaitu dengan melakukan penanaman jenis bakau, salah satu jenis tanaman mangrove. Di lokasi-lokasi tertentu dimana telah dilakukan penanaman dibuat pos-pos penjagaan yang dijaga oleh petugas keamanan. Disatu sisi kegiatan penanaman memberikan nilai positif bagi lingkungan dengan menghidupkan pabrik-pabrik penghasil oksigen, namun dari sisi sosial memberikan kerugian dengan menjadikan penanaman sebagai alat untuk mengusir masyarakat yang bermatapencaharian di tempat tersebut. Pastilah ada jalan kompromi yang saling menguntungkan...........
Thursday, February 28, 2008
“Ayah…..kita ke mesjid yuk..!!”
Azan magrib dari masjid dekat rumah terdengar, ketika aku sedang asyik menonton sebuah acara drama komedi di TV titipan teman. Nitya, yang sedang asyik membuka-buka buku datang menghampiri, ” Ayah....ayah....kita ke mesjid yuk..!!!”. Begitulah ajakannya setiap saat aku di rumah dan terdengar suara azan.
Begitulah kebiasaan baru Nitya semenjak dia dibelikan mukena oleh tante Susi, tetangga rumah ku. Satu set mukena atasan dan bawahan yang dibeli dari pasar Tanah Abang, dengan renda-renda sederhana pada bagian pinggirnya. Ukurannya masih terlalu besar untuk Nitya, sehingga saat dipakai, cukup hanya bagian atasannya saja sudah cukup tanpa memakai bagian bawahannya.
Saat menggunakan mukena, bagian bawahnya masih menyentuh lantai, Nitya pun tahu ketika berjalan menuju Masjid, ia menyingsingkan mukena yang dipakainya agar tidak menyentuh tanah. Dengan semangat nitya mengajak ke mesjid, meminta untuk berwudhu, memakai sendiri mukena miliknya dan berjalan menuju ke mesjid, walau tidak jarang saat kembali ke rumah dia mogok jalan dan terpaksalah aku harus menggendongnya.
Nitya masih belum mau sholat dalam shaf perempuan, dia masih berada disamping atau didepan ku kala sholat. Walau lebih sering hanya sekedar berdiri atau berjalan di sekeliling ku namun tidak jarang nit-nit pun turut mengikuti gerakan-gerakan sholat kami.
Semenjak itu, saat aku berada di rumah dan terdengar suara Azan, Nitya segera menghampiri ku dan berkata,” Ayah...ayah....kit ake mesjid yuk..!!!”
Begitulah kebiasaan baru Nitya semenjak dia dibelikan mukena oleh tante Susi, tetangga rumah ku. Satu set mukena atasan dan bawahan yang dibeli dari pasar Tanah Abang, dengan renda-renda sederhana pada bagian pinggirnya. Ukurannya masih terlalu besar untuk Nitya, sehingga saat dipakai, cukup hanya bagian atasannya saja sudah cukup tanpa memakai bagian bawahannya.
Saat menggunakan mukena, bagian bawahnya masih menyentuh lantai, Nitya pun tahu ketika berjalan menuju Masjid, ia menyingsingkan mukena yang dipakainya agar tidak menyentuh tanah. Dengan semangat nitya mengajak ke mesjid, meminta untuk berwudhu, memakai sendiri mukena miliknya dan berjalan menuju ke mesjid, walau tidak jarang saat kembali ke rumah dia mogok jalan dan terpaksalah aku harus menggendongnya.
Nitya masih belum mau sholat dalam shaf perempuan, dia masih berada disamping atau didepan ku kala sholat. Walau lebih sering hanya sekedar berdiri atau berjalan di sekeliling ku namun tidak jarang nit-nit pun turut mengikuti gerakan-gerakan sholat kami.
Semenjak itu, saat aku berada di rumah dan terdengar suara Azan, Nitya segera menghampiri ku dan berkata,” Ayah...ayah....kit ake mesjid yuk..!!!”
Monday, January 28, 2008
satu hari (lagi) di Angke
Rudi berlonjak-lonjak riang sesaat setelah mendapatkan pasangan setelah fasilitator meneriakkan kata penebang. Saat itu rudi berperan sebagai pohon yang harus berpasangan dengan seorang teman melindungi seekor monyet yang diperankan oleh teman lainnya. Ketika fasilitator meneriakkan kata penebang, peserta yang berperan menjadi pohon bergerak kearah hewan yang sedang berjongkok. Itu merupakan salah satu permainan yang dilakukan pada hari minggu kemarin, di Suaka Margasatwa Muara angke.
Hari itu serombongan anak-anak muda dari Cardoner JSN dengan membawa 20-an anak-anak dari panti asuhan mendapat pencerahan mengenai hutan mangrove dan lingkungan secara umum bersama relawan dari Jakarta Green Monster setelah pada pagi harinya membuktikan bakti terhadap alam melalui kegiatan penanaman bakau di Taman Wisata Alam. Kegiatan diisi dengan pengenalan mengenai jenis tumbuhan dan satwa di hutan mangrove, kualitas air dan tentang sampah. Selain itu diisi juga dengan permainan lingkungan dan saling membagi kesan dan pesan di akhir kegiatan.
Rudi, sang panitia pun turut menikmati kegiatan sepanjang hari itu, bersama peserta yang lain merasakan kesan pertama di Suaka Margasatwa Muara Angke. Yang diharapkan kesan itu akan berbekas pada perilaku semua yang teliabt di kegiatan hari itu menjadi lebih ramah terhadap diri sendiri, teman dan lingkungan. (k-v)
Hari itu serombongan anak-anak muda dari Cardoner JSN dengan membawa 20-an anak-anak dari panti asuhan mendapat pencerahan mengenai hutan mangrove dan lingkungan secara umum bersama relawan dari Jakarta Green Monster setelah pada pagi harinya membuktikan bakti terhadap alam melalui kegiatan penanaman bakau di Taman Wisata Alam. Kegiatan diisi dengan pengenalan mengenai jenis tumbuhan dan satwa di hutan mangrove, kualitas air dan tentang sampah. Selain itu diisi juga dengan permainan lingkungan dan saling membagi kesan dan pesan di akhir kegiatan.
Rudi, sang panitia pun turut menikmati kegiatan sepanjang hari itu, bersama peserta yang lain merasakan kesan pertama di Suaka Margasatwa Muara Angke. Yang diharapkan kesan itu akan berbekas pada perilaku semua yang teliabt di kegiatan hari itu menjadi lebih ramah terhadap diri sendiri, teman dan lingkungan. (k-v)
Saturday, January 19, 2008
multiplying fun
Menarik apa yang terjadi kala sore tadi saat kembali dari Taman Wisata Alam Angke Kapuk ke Suaka Margasatwa Muara Angke setelah melakukan pengamatan burung. Saat sedang asyik duduk dibelakang tukang ojek yang sedang mengendarai motor melewati salah satu kompleks pemukiman elit di lingkungan pantai indah kapuk, di sebuah sudut jalan terlihat keramaian yang berbeda.
Mobil dari berbagai merk tampak diparkir di tepi jalan dan di jaga oleh staff keamanan berseragam, anak-anak dan ibu-ibu beserta para emban pengasuh tampak berkumpul di sebuah lapangan. Banyak terdapat bangunan-bangunan yang kesemuanya terbuat dari plastik tebal yg diisi dengan angin, anak-anak sibuk berlarian dan keluar masuk diantara bangunan tersebut.
Mungkin gambaran diatas adalah hal biasa disebuah taman bermain, anak-anak yang tertawa-tawa, ibu-ibunya yang sibuk bersosialisasi diantara sesamanya dan para emban yang sibuk menjaga anak tuannya. Tampak sekali kegembiraan diantara mereka semua. Namun gambaran di sore itu menjadi lain karena tidak jauh dari lokasi tersebut, tampak sekumpulan laki-laki mulai dari yang berusia remaja hingga paruh baya berpencaran di pembatas jalan di sekitar lokasi. Mereka tampak juga dalam posisi santai, ada yang duduk bahkan ada yang sambil tidur-tiduran, terkadang terlihat obrolan kecil diantara mereka sambil sesekal mereka tersenyum dan tertawa-tawa. Walaupun dalam posisi yang berbeda namun pandangan mereka terarah ke satu tempat. Tidak lain dan tidak bukan pada tempat dimana terdapat tempat bermain.
Ternyata kegembiraan penghuni kompleks elit sore itu juga membawa kegembiraan bagi para buruh bangunan yang sedang beristirahat setelah seharian berpeluh-peluh dengan pasir dan semen. Hanya mereka yang tahu mengapa kegembiraan di taman bermain menjadi tontonan para tenaga bangunan tersebut. Apakah karena bangunan-bangunan berisi angin?, karena riuh rendahnya anak-anak?, atau karena cara berpakaian mereka yang memang kebanyakan kaum hawa dan terkesan santai? hanya mereka yang tahu......................
Mobil dari berbagai merk tampak diparkir di tepi jalan dan di jaga oleh staff keamanan berseragam, anak-anak dan ibu-ibu beserta para emban pengasuh tampak berkumpul di sebuah lapangan. Banyak terdapat bangunan-bangunan yang kesemuanya terbuat dari plastik tebal yg diisi dengan angin, anak-anak sibuk berlarian dan keluar masuk diantara bangunan tersebut.
Mungkin gambaran diatas adalah hal biasa disebuah taman bermain, anak-anak yang tertawa-tawa, ibu-ibunya yang sibuk bersosialisasi diantara sesamanya dan para emban yang sibuk menjaga anak tuannya. Tampak sekali kegembiraan diantara mereka semua. Namun gambaran di sore itu menjadi lain karena tidak jauh dari lokasi tersebut, tampak sekumpulan laki-laki mulai dari yang berusia remaja hingga paruh baya berpencaran di pembatas jalan di sekitar lokasi. Mereka tampak juga dalam posisi santai, ada yang duduk bahkan ada yang sambil tidur-tiduran, terkadang terlihat obrolan kecil diantara mereka sambil sesekal mereka tersenyum dan tertawa-tawa. Walaupun dalam posisi yang berbeda namun pandangan mereka terarah ke satu tempat. Tidak lain dan tidak bukan pada tempat dimana terdapat tempat bermain.
Ternyata kegembiraan penghuni kompleks elit sore itu juga membawa kegembiraan bagi para buruh bangunan yang sedang beristirahat setelah seharian berpeluh-peluh dengan pasir dan semen. Hanya mereka yang tahu mengapa kegembiraan di taman bermain menjadi tontonan para tenaga bangunan tersebut. Apakah karena bangunan-bangunan berisi angin?, karena riuh rendahnya anak-anak?, atau karena cara berpakaian mereka yang memang kebanyakan kaum hawa dan terkesan santai? hanya mereka yang tahu......................
Thursday, January 03, 2008
impian sepasang kekasih
"kekasihku...........usahlah terlalu kuat engkau mendayung," sang perempuan berujar kepada lelaki pasangannya yang berada di buritan sebuah sampan mendorongkan sebilah kayu panjang ke dalam air membawa perahu itu melaju. " Tidak apa-apa dinda, kakanda masih lah kuat mendorong sampan ini hingga ke jembatan di depan sana.
"Aku ingin menikmati indahnya sungai ini kakanda ku," ujar sang perempuan. "Aku ingin menikmati betapa indahnya kampung ku, kakanda...," tambahnya. "Baiklah dinda ku terkasih," ujar sang lelaki mengurangi laju kayuhan bilah kayu yang dipegangnya.
Tidak kah kau lihat kakanda, betapa indahnya sungai kampung ku ini," ujar sang perempuan sambil menengok pasangannya dengan mesra. " kanan kiri sungai hijau oleh rimbunnya pepohonan.", lanjutnya sambil sesekali menarik nafas dalam-dalam menikmati udara sungai.
"Lihat disana kakanda, ada pancuran yang mengalirkan air dari mata air di atas bukit sana." Sang perempuan sedikit memekik ketika dilihatnya pancuran di tepi sungai. " Begitu jernihnya air ini, sehingga pantas saja air sungai pun tampak jernih...." ujar sang perempuan memandang ke arah pancuran."Wah.... ikannya pasti banyak di sungai ini ya?" tanya sang lelaki dengan tetap mendorongkan bilah kayu di tangannya dengan perlahan. "Lihat, orang pun tidak perlu menggunakan jaring untuk mencari ikan.", tambah sang lelaki. "Woy pak nelayan.........banyakkah tangkapan hari ini?" teriak sang lelaki ke pada seorang bersampan yang berada di sisi seberang. "Yah....lumayan lah," ujar sang lelaki dengan agak pelan. "Dapat ikan apa saja? tanya sang lelaki penuh semangat. "gelas plastik, botol, kaleng, dan beberapa yang lainnya." ujar sang nelayan dengan sedikit enggan. "Semoga melimpah ya hasil hari ini...", kembali sang lelaki memekik kepada sang nelayan. "Iya, terimakasih." jawab sang nelayan hampir tak terdengar.
Kembali kedua kekasih itu melanjutkan perjalanannya menikmati kehidupan di tepi sungai. "Kakanda kusayang, dinda berharap kita dapat tetap tinggal disini," ujar sang perempuan lembut, "menikmati anak-anak kita lahir dan tumbuh serta bermain-main di tepi sungai seperti anak-anak itu." lanjut sang perempuan dengan tatapan mengarah kepada sekelompok anak yang sedang bermain di tepi sungai. "Iya, dindaku," jawab sang lelaki. "kakanda nanti akan mengajarkan anak-anak kita berenang di sungai ini, sehingga mereka nanti menjadi anak-anak yang pemberani dan pandai berenang,"ucap sang lelaki memandang mesra kepada sang perempuan.
"Kita hampir sampai kakanda," ujar sang perempuan menoleh kepada sang lelaki. "Menepi dan perapatlah di dekat jembatan itu," sambung sang perempuan menunjuk kearah jembatan bambu dengan anyaman yang sangat indah. "Bukan kah seperti ini tempat yang kita impikan bersama Kakang." kata sang perempuan merapihkan posisi duduknya. "Betul dinda ku, tempat yang sesuai bagi anak-anak kita tumbuh dan dewasa." jawab sang lelaki dengan pandangan mengawang.
"Aku ingin menikmati indahnya sungai ini kakanda ku," ujar sang perempuan. "Aku ingin menikmati betapa indahnya kampung ku, kakanda...," tambahnya. "Baiklah dinda ku terkasih," ujar sang lelaki mengurangi laju kayuhan bilah kayu yang dipegangnya.
Tidak kah kau lihat kakanda, betapa indahnya sungai kampung ku ini," ujar sang perempuan sambil menengok pasangannya dengan mesra. " kanan kiri sungai hijau oleh rimbunnya pepohonan.", lanjutnya sambil sesekali menarik nafas dalam-dalam menikmati udara sungai.
"Lihat disana kakanda, ada pancuran yang mengalirkan air dari mata air di atas bukit sana." Sang perempuan sedikit memekik ketika dilihatnya pancuran di tepi sungai. " Begitu jernihnya air ini, sehingga pantas saja air sungai pun tampak jernih...." ujar sang perempuan memandang ke arah pancuran."Wah.... ikannya pasti banyak di sungai ini ya?" tanya sang lelaki dengan tetap mendorongkan bilah kayu di tangannya dengan perlahan. "Lihat, orang pun tidak perlu menggunakan jaring untuk mencari ikan.", tambah sang lelaki. "Woy pak nelayan.........banyakkah tangkapan hari ini?" teriak sang lelaki ke pada seorang bersampan yang berada di sisi seberang. "Yah....lumayan lah," ujar sang lelaki dengan agak pelan. "Dapat ikan apa saja? tanya sang lelaki penuh semangat. "gelas plastik, botol, kaleng, dan beberapa yang lainnya." ujar sang nelayan dengan sedikit enggan. "Semoga melimpah ya hasil hari ini...", kembali sang lelaki memekik kepada sang nelayan. "Iya, terimakasih." jawab sang nelayan hampir tak terdengar.
Kembali kedua kekasih itu melanjutkan perjalanannya menikmati kehidupan di tepi sungai. "Kakanda kusayang, dinda berharap kita dapat tetap tinggal disini," ujar sang perempuan lembut, "menikmati anak-anak kita lahir dan tumbuh serta bermain-main di tepi sungai seperti anak-anak itu." lanjut sang perempuan dengan tatapan mengarah kepada sekelompok anak yang sedang bermain di tepi sungai. "Iya, dindaku," jawab sang lelaki. "kakanda nanti akan mengajarkan anak-anak kita berenang di sungai ini, sehingga mereka nanti menjadi anak-anak yang pemberani dan pandai berenang,"ucap sang lelaki memandang mesra kepada sang perempuan.
"Kita hampir sampai kakanda," ujar sang perempuan menoleh kepada sang lelaki. "Menepi dan perapatlah di dekat jembatan itu," sambung sang perempuan menunjuk kearah jembatan bambu dengan anyaman yang sangat indah. "Bukan kah seperti ini tempat yang kita impikan bersama Kakang." kata sang perempuan merapihkan posisi duduknya. "Betul dinda ku, tempat yang sesuai bagi anak-anak kita tumbuh dan dewasa." jawab sang lelaki dengan pandangan mengawang.
Subscribe to:
Posts (Atom)